“Aduh, ngompol lagi! Cucian Ibu banyak lagi deh. Capek, kan, Nak!” keluh kesah itu biasa muncul jika sang anak ditemukan pagi hari dalam keadaan basah di atas tempat tidurnya. Keluhan itu biasa berbuntut tambahan: keharusan menjemur bantal atau guling, bahkan jika memungkinkan cuacanya, menjemur kasur sekalian. Sebab bisa dipastikan, jika perkakas tidur itu terkena basah ompol anak maka baunya sudah pasti memusingkan kepala. Lebih repot lagi jika kondisi cuaca seperti sekarang, sebentar panas, sebentar hujan. Tentunya pekerjaan ibu terasa menjadi begitu merepotkan.
Keluhan tentang kebiasaan ngompol anak, biasanya akan muncul dalam percakapan antar ibu-ibu. Padahal, menurut si Ibu sudah berbagai cara dilakukan agar anaknya tidak mengompol lagi. Termasuk kepercayaan tradional mencari capung dan menggigitkannya pada puser si anak.Tapi, kok ya belum berhasil.
Ngompol adalah kondisi dimana anak tidak mampu mengontrol pengeluaran air seninya. Akibatnya anak tidak sadar bahwa ia sudah mengeluarkan air kotornya yang mungkin pada tempat tidak seharusnya. Umumnya pada umur 3 tahun, jika toilet training atau latihan ke kamar mandi untuk buang besar dan kecil berhasil, maka anak sudah dapat mengontrol buang air besar dan kecilnya dengan baik. Bahkan, ada anak yang sudah dapat mengontrol pengeluaran air seninya saat berumur 2 tahun. Termasuk saat tidur malam, anak akan terkondisi 4 atau 5 jam setelah tidur akan bangun untuk buang air kecil.

Nah, jika anak di atas usia 4 atau 5 tahun masih sering ngompol, itu yang perlu mendapat perhatian. Apalagi jika ngompolnya tidak hanya saat tidur malam, namun juga terjadi saat siang hari. Maka orang tua perlu segera mencari tahu penyebabnya agar perilaku tersebut dapat dihentikan.
Pada malam hari, jika frekuensi ngompol anak hanya sekali-sekali, hal tersebut masih dapat dikatakan normal. Mungkin anak merasa kedinginan, atau minum minuman kesukaannya terlalu banyak sebelum tidur. Atau anak mungkin sedang mengalami masalah emosional pada hari itu, seperti marah, kesal, sedih. Jika hanya sesekali, maka reaksi orang tua sebaiknya tidak perlu terlalu ‘heboh’ apalagi sampai mencela anak. Respon yang biasa saja, akan lebih membantu anak karena anak akan merasa itu perilaku yang biasa, dan berusaha memperbaikinya sendiri. Namun, jika respon orang tua berlebihan, anak mungkin akan menggarisbawahi perilaku ngompol sebagai perilaku yang bisa membuat orang tua memberi perhatian besar, meskipun bentuk perhatian tersebut dalam bentuk kemarahan. Akibatnya, perilaku itu justru akan diulangi dan diulangi lagi oleh anak.
Jika frekuensinya sering, maka sebab pertama yang harus dicari adalah sebab biologis atau jasmani pada anak. Untuk itu, ada baiknya orang tua memeriksakan anak ke dokter. Apakah ada kemungkinan terjadi pembengkakan saluran kencing, pembengkakan prostat, diabetes atau sebab-sebab fisik lain yang secara tidak langsung mengganggu mekanisme pengeluaran air seni.
Bila sebab fisik dipastikan tidak ada masalah, maka yang perlu dicermati adalah faktor psikis pada anak. Ngompol pada anak, jika ditemukan tidak hanya pada saat tidur malam, namun juga pada saat siang hari (misalnya di sekolah), besar kemungkinan disebabkan faktor-faktor psikis. Beberapa faktor psikis itu adalah:
Rasa takut pada anak
Rasa takut ini ada yang sifatnya sederhana, berdiri sendiri. Misalnya anak merasa takut pada gelap. Sementara untuk efisiensi pemakaian listrik, lampu kamar mandi biasanya dimatikan. Akibatnya anak merasa takut untuk ke kamar mandi.
Mungkin juga anak merasa takut pada binatang tertentu, misalnya laba-laba. Sementara di kamar mandi anak pernah melihat ada sarang laba-laba. Maka anak akan menyimpan perasaannya itu, dan ditampakkan pada perilakunya yang takut ke kamar mandi saat malam. Anak khawatir saat malam, ketika berada di kamar mandi, tiba-tiba sang laba-laba itu meloncat ke tubuhnya.
Atau mungkin juga anak merasa takut karena menonton TV, dan menyaksikan berbagai peristiwa seram yang terjadi di kamar mandi. Perasaan itu terbawa dan khawatir jika itu juga terjadi di kamar mandi rumahnya.
Sedangkan takut yang kompleks adalah rasa takut yang muncul karena berbagai takut yang akhirnya mempengaruhi psikis anak. Misalnya anak khawatir dengan kelahiran adik barunya. Kehadiran si kecil, menyebabkan anak takut tidak disayang lagi, takut dinomor duakan, takut tidak diperhatikan, bahkan takut tidak diurus lagi oleh orang tuanya. Semua ketakutan itu bercampur jadi satu sehingga anak membawanya alam pikiran bawah sadarnya. Akibatnya saat tidur, anak akan dipenuhi oleh ketakutan-ketakutan tersebut. Anak tidak mampu memunculkan mekanisme kontrolnya terhadap hal-hal di luar dominasi ketakutan tadi. Saat kandung kemih penuh, dan harus buang air kecil, mekanisme kontrol itu tidak berfungsi. Maka ngompollah anak.
Mekanisme itu pula yang sering terjadi jika anak mengalami ngompol di siang hari. Jika siang yang terang, anak masih mengompol, maka takut pada gelap pasti bukanlah sebabnya. Anak mungkin mengalami masalah psikis yang mendominasi pemikirannya. Misalnya anak dimarahi dengan hebat oleh ibu atau pengasuhnya. Walaupun anak memang melakukan kesalahan, tetapi dalam banyak kasus, anak ternyata tidak menyadari hal apa yang menyebabkan ia dimarahi. Cara berfikir anak yang cenderung sederhana dan meniru, membuat anak kurang menangkap hal apa yang sebenarnya menjadi kekhawatiran Ibu atau pengasuhnya. Perasaan takut, kesal, kecewa karena mendapat hardikan dari orang yang menjadi objek lekatnya mendominasi alam bawah sadarnya. Akibatnya anak tidak bisa mengontrol kemampuannya buang air kecilnya.
Hilangnya rasa aman
Jika kebiasaan ngompol anak terjadi tidak hanya di tempat tertentu atau saat tertentu, maka sebabnya mungkin karena anak merasa kehilangan rasa aman. Anak memerlukan perasaan aman untuk dapat melakukan kebiasaan-kebiasaan rutinnya dengan baik. Termasuk kebiasaan rutinnya adalah buang air kecil. Bila rasa aman itu hilang, maka anak akan berada pada tekanan psikis yang kurang menyenangkan baginya. Salah satu cara yang mungkin digunakan untuk membebaskan tekanan itu adalah dengan ngompol. Dengan ngompol anak merasa memperoleh pelepasan dan mungkin juga akan mendapat perhatian lebih dari orang sekitarnya.
Umumnya hilangnya perasaan aman muncul saat anak pertama kali masuk sekolah. Berada di ruangan kelas yang baru, anak merasa insecure. Walaupun terkadang objek lekat anak seperti Ibu atau pengasuhnya berada di ruangan kelas, rasa tidak aman dari tatapan teman-teman dan juga seorang guru yang masih asing bagi anak dapat memicu hilangnya perasaan aman pada anak.
Atau, anak mungkin khawatir dengan sanksi yang akan diterima karena anak tidak menyelesaikan atau melupakan tugasnya. Atau, anak khawatir dengan guru barunya yang dikiranya akan lebih galak dari guru sebelumnya. Dan, berbagai kekhawatiran lainnya yang mendominasi anak. Jika ngompol terjadi di sekolah saja, maka guru dan orang tua harus bekerja sama untuk mengetahui sebab anak ngompol. Jjika anak merasa apa yang dilakukan adalah hal yang aneh, maka akan akan berada pada tekanan psikis bahwa ia adalah orang yang aneh. Bukan tidak mungkin hal itu akan memunculkan sifat murung dan perasa. Tetapi, jika penerimaan orang tua, guru dan teman-teman terhadap perilaku ngompolnya bukanlah sesuatu yang aneh, maka anak akan merasa hal itu yang kurang baik dan harus dihilangkan.
Keinginan mencari perhatian
Bila usia anak sudah semakin besar, misalnya usia sekolah dasar, maka ngompol semestinya sudah tidak terjadi lagi. Tetapi jika ternyata anak melakukannya lagi dan sering terjadi, maka salah satu kemungkinan penyebabnya adalah anak mencari perhatian.
Perhatian yang dibutuhkan anak terkadang tidak hanya secara kualitas, tetapi anak sering membandingkan dengan intensitas perhatian yang diperoleh sebelum-sebelumnya. Bisa jadi anak suka mengompol ketika merasa perhatian Ibu lebih banyak pada adik kecilnya yang mulai belajar berjalan. Ibu lebih bersemangat bersama adik, sementara ketika bersamanya Ibu tampak biasa saja, bahkan sering terlihat malas.
Atau mungkin juga ada situasi baru yang dihadapi keluarga dan anak merasa ia luput mendapat perhatian. Misal, pindah rumah. Anggota keluarga terutama Ayah dan Ibu mungkin sibuk dengan penataan rumah dan segala tetek bengeknya. Sementara anak yang juga memerlukan dorongan untuk menghadapi situasi baru merasa tersisihkan. Maka ngompol menjadi salah satu pilihan anak untuk mencari perhatian.
Bentuk hukuman
Anak yang sudah memahami arti hadiah dan hukuman, mungkin akan ngompol secara sengaja. Hukumam untuk Ibu karena dinilainya ‘salah ‘ telah memberi hukuman pada sesuatu yang secara tidak sengaja dilakukan anak. Misalnya, anak tidak sengaja memecahkan vas bunga kesayangan Ibu. Ibu hanya tahu vas bunganya pecah, tetapi tidak mengetahui apa sebab pecahnya akan memberi hukuman anak. Anak yang tidak terima, sebaliknya memberi hukuman pada Ibu dengan ngompol di tempat yang akan membuat Ibu kesusahan.
Sebaliknya ngompol juga dapat sebagai bentuk hukuman bagi anak sendiri. Misalnya, anak tidak mampu menyelesaikan tugas dari Ibu atau dari guru kelasnya akan menggunakan ngompol sebagai bentuk hukuman bagi dirinya. Dengan ngompol, anak tahu ia akan mendapat kemarahan dari orang-orang di sekitarnya. Dan kemarahan itu akan mengurangi rasa bersalahnya.
Jika ngompol yang dilakukan anak sangat sering dilakukan anak maka penanganan serius perlu dilakukan. Jika orang tua tidak mampu mencari penyebab psikis pada anak, maka ada baiknya akan dibawa ke psikolog untuk berkonsultasi. Satu hal yang pasti, Akan lebih baik jika orang tua memberi dorongan agar anak dapat menghilangkan perilaku tersebut. Bukan mencela, memarahi, bahkan membanding-bandingkan dengan anak lain.
TIPS: MENCEGAH ANAK NGOMPOL
- Biasakan anak buang air kecil pada waktu tertentu. Misalnya: setelah minum yang cukup banyak, makan makanan yang mengandung kadar air yang tinggi (jeruk, semangka, tebu, dll). Atau jika tidak, biasakan setiap 4 atau 5 jam sekali anak diajak untuk buang air kecil.
- Menu makanan setiap hari diupayakan diatur sedemikian rupa agar tidak terlalu asin, asam, manis, atau pedas yang membuat anak minum terus-terus menerus.
- Jika anak terbiasa sebelum tidur minum dulu, usahakan jumlahnya tidak berlebihan.
- Sebelum tidur ajak anak untuk buang air kecil.
- Untuk pakaian tidur, upayakan anak disediakan pakaian yang memudahkan anak untuk buang air kecil, misal dengan celana berkaret bukan yang menggunakan resleting.
- Bila anak takut gelap, upayakan kamar mandi diberi penerangan lampu 5 watt berwarna putih atau bening, bukan berwarna gelap misalnya merah, hijau atau biru.
- Waktu istirahat anak perlu dijaga, agar saat malam anak tidak terlalu capek sehingga anak malas untuk bangun buang air kecil.
- Jika anak berhasil dalam toilet trainingnya, jangan lupa beri pujian, penghargaan bahkan jika memungkinkan beri hadiah.
Yang terakhir dan terpenting adalah penuhi kebutuhan kasih sayang anak. Seperti perasaan aman, perasaan dihargai, kebebasan, dicintai dan dibutuhkan.